JAKARTA – Sidang kasus dugaan perbuatan melawan hukum dilakukan Bank KB Bukopin yang digugat PT NKLI sekitar Rp13 triliun kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/10) sekitar pukul 14.35 WIB.
Dalam agenda sidang kali ini, pihak Bank KB Bukopin menghadirkan saksi ahli, Hadhi Subhan, seorang Guru besar ahli hukum kepailitan dari Universitas Airlangga.
Hadhi menyampaikan, dalam persoalan kepailitan itu, mereka yang berperkara dapat menyelesaikannya ke Pengadilan Niaga, pengadilan khusus untuk menangani kepailitan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karena diberikan kewenangan kepailitan dan juga PKPU,” kata Hadhi di ruang sidang 4 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/10).
Berdasar pengetahuannya, dalam kepengurusan kepailitan di Indonesia tidak bisa cepat terselesaikan, bisa 3,5 hingga 5,5 tahun. Jika ada perselisihan timbul akibat dari kepailitan dikembalikan kepada hakim yang memutuskan.
“Dalam amar putusan pailit, dengan segala akibat hukumnya. Salah satu akibat hukum utama debitur tidak berwenang mengurus harta kekayaan, dan kurator memiliki kewenangan mengurus kepailitan,” terang dia.
Karakteristik pailit, diungkapnya, bersifat publik, ada uji materi di dalamnya. Demikian putusan pailit, semua harta menjadi sita umum.
“Orang tidak tau menahu harus menerima putusan pailit, harus diberitahukan, diumumkan minimal di dua harian koran, dan diberitakan negara” jelasnya.
Kemudian, dijelaskannya, bisa saja saham diperjual belikan jika perusahaan itu masih hidup, memiliki NPWP dan mempunyai organ, tetapi jual beli saham risikonya ada antara penjual dan pembeli. Tetapi jika ada sengketa antara subjek dan objek. Kewenangannya ada dan bisa diselesaikan di Pengadilan Niaga.
Jika perusahaan pailit, maka diselesaikan ke Pengadilan Niaga, jika sebelum pailit dilakukan penjualan aset, maka hal itu dapat dibatalkan.
Disebutnya, dikatakan pailit, harta menjadi milik debitur, harta kekayaan debitur segala sesuatu yang bernilai ekonomis bisa diuangkan, berupa benda bergerak dan tidak bergerak.
“Jika bersengketa absolutenya ke Pengadilan Niaga supaya tidak ada disparitas”.
Dalam memberikan keterangannya di persidangan, Hadhi terus berkutat dalam persoalan kepailitan. Sebaliknya, pihak PT NKLI menanyakan kasus tersebut berkaitan dengan persoalan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan pihak Bank KB Bukopin.
Ketika ditanyakan jika ada lembaga bank melakukan perbuatan menawarkan pinjaman dan dipergunakan oleh bank itu sendiri, apakah bisa dikatakan perbuatan melawan hukum dan apakah itu kewenangan Pengadilan Niaga?
“Saya tidak paham soal itu,” ucap Hadhi.
Ditanyakan kembali, ketika ada bank yang melakukan perbuatan, dan berujung masalah apakah bisa dikatakan bank itu bermasalah?
“Jika dipermasalahkan tentu bisa bank itu dinyatakan bermasalah, dan jika soal kepailitan harta, piutang pailit diselesaikan dan menjadi kewenangan Pengadilan Niaga,” katanya.
Terkait legal standing, ada asasnya, orang yang boleh menggugat adalah orang yang merasa dirugikan, punya kepentingan dan memiliki hak, seperti kreditur, debitur, dan kurator. “Ya boleh saja menggugat jika dia ada kepentingannya,” ujar saksi ahli.
Kemudian ditanyakan tentang perbuatan melawan hukum, saksi ahli tidak bisa memberikan jawabannya. “Karena bukan keahlian saya,” kata pria mengenakan kacamata dan kemeja batik lengan panjang.
Sementara, Kuasa Hukum PT NKLI, Irwan Saleh menegaskan, saksi ahli yang dihadirkan pihak Bank Bukopin itu ahli kepailitan. Kemudian dari seluruh keterangan diberikan, menurutnya, berputar-putar dan tidak berdasarkan hukum.
“Memberikan contoh-contoh (pailit-red) sebenarnya tidak dalam jangkauan publik,” tegas Irwan Saleh usai sidang.
Jadi keterangan ahli itu, menurut dia, keterangan yang tidak berdasarkan hukum. Menyebutkan pasal tetapi tidak dijelaskan dengan lengkap. Sehingga keterangan ahli itu jika tidak diikuti dengan baik maka menyesatkan. Sekalipun ditanyakan juga dalam persidangan tentang dasar hukum.
“Dia (ahli) hanya menjelaskan pasal sekian tapi tidak membacakan unsurnya, karena ketentuan Undang-Undang (UU) itu tidak hanya disebutkan pasal-pasal berapa, kan harus dijelaskan unsur-unsur pasal sehingga cocok dengan apa yang diterangkan”.
Bahkan menurutnya, di persidangan tidak memberikan keterangan analisis terhadap unsur-unsur pasal itu. Sehingga terkesan semua perkara di Pengadilan Negeri diamputasi, jadi sudah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga semua.
“Menurut saya keterangan ahli tidak objektif dan tidak sesuai apa yang dimaksud dengan UU,” tukasnya.
“Permasalahannya kan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak Bank Bukopin terhadap klien saya, PT NKLI. Itu yang kami gugat, tidak ada kaitannya dengan kepailitan, jadi perbuatannya meminjamkan uang kepada klien saya dan uang itu diminta supaya membeli saham yang dijual Bank Bukopin,” tambahnya.
Disebutkan, Bank Bukopin menjual saham atas dasar hak gadai, tidak ada urusan/kaitan dengan kepailitan. Pailit muncul karena permasalahan Bukopin sendiri. Karena kepailitan itulah Bukopin melakukan perbuatan melawan hukum terhadap kliennya dalam pengadaan uang dan pembelian saham yang dijual Bukopin sendiri.
“Ini merugikan kami, maka kami gugat Bank Bukopin, materilnya lebih kurang Rp1 trliun dan Rp12 triliun imateriil, total Rp 13 triliun,” ungkap dia.
Dalam persidangan, sambung Irwan, ahli tidak bisa menjawab pertanyaan dia di bidang perbuatan melawan hukum.
“Kan tidak relevan. Tentang kompetensi absolut itu. Jika tidak berdasar hukum dan semua dinyatakan salah kan menyesatkan, diarahkan ke arah pailit namun ini kan perbuatan melawan hukum,” tandasnya merasa aneh.
Dalam persidangan selanjutnya pada minggu depan, nantinya pihaknya juga akan menghadirkan saksi ahli.
“Jadi kami minta pertanggung jawaban Bank Bukopin atas kasus ini yang sangat merugikan kliennya,” tegas Irwan Saleh.
Sementara itu, usai persidangan pihak Bank KB Bukopin dimintai konfirmasi terkait persidangan kali ini, namun pihak Bank Bukopin enggan memberikan komentarnya. “Maaf ya kami tidak berkenan,” tutup pengacara Bank Bukopin lantas pergi meninggalkan ruang sidang.
Kejadian ini bermula pada bulan September 2019 saat PT Bank KB Bukopin menawarkan kepada PT NKLI untuk membeli saham PT TMJ yang memegang izin usaha pertambangan batu bara di Desa Busui, Batu Sopang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
“PT Bank KB Bukopin memberikan pinjaman kredit ke PT NKLI supaya membeli saham perusahaan tambang PT TMJ yang dijual oleh PT Bank KB Bukopin sendiri melalui mekanisme lelang atas hak gadai saham. Ketika sudah disetujui dan dijalankan, ternyata perusahaan yang sahamnya dijual oleh PT Bank KB Bukopin itu bermasalah sehingga PT NKLI mengalami kerugian berupa hutang kepada PT Bank KB Bukopin, sedangkan PT Bank KB Bukopin telah menerima pembayaran atas penjualan saham tersebut dan juga memiliki tagihan atas piutang kepada PT NKLI, jadi PT Bank KB Bukopin mendapatkan uang hasil penjualan saham dan mendapatkan uang dari hasil pinjaman yang diberikan kepada PT NKLI” ujar Irwan Saleh.
PT NKLI dinyatakan sebagai pemenang lelang saham PT TMJ dan telah melunasi pembayaran pembelian saham PT TMJ, tetapi PT NKLI tidak dapat mengubah susunan pengurus perusahaan PT TMJ karena ternyata baru diketahui kemudian saham yang dijual Bank Bukopin tersebut merupakan saham yang bermasalah.
PT NKLI merasa dirugikan atas perbuatan PT Bank KB Bukopin yang memberikan pinjaman uang untuk membeli saham bermasalah yang dijualnya tersebut, oleh karena itu PT NKLI menggugat PT Bank KB Bukopin membayar kerugian materil sebesar USD 59.967.000 atau sekitar Rp 941.293.003.950,- dan Rp 156.860.000.000,-. Selain itu PT NKLI juga menuntut kerugian imateril sebesar Rp 12.192.823.960.000,- sehingga total kerugian yang dituntut PT NKLI terhadap PT Bank KB Bukopin sebesar ± 13 Trilirun.