Kabupaten Kebumen – Penggandaan stempel Lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berpotensi adanya korupsi, diduga dilakukan oleh oknum Pemerintah Desa (Pemdes) Jatisari, Kecamatan/Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Dari hal tersebut ketua BPD yang bernama (RF) mengatakan, terkait penggandaan stempel berawal dari salah satu oknum pemdes yang mendatangi rumahnya untuk menyerahkan surat agar ditanda tangani. Sebab dibalai desa akan mengadakan musyawarah desa (Musdes), namun sebelum ia bertanda tangan dia sempat kaget bagaimana tidak, karena surat itu sudah ada cap stempel dari lembaga BPD, sebab dirinya baru menerima suratnya, namun sudah ada cap disurat tersebut.
“Awal mulanya mengetahui soal stempel ganda dari pemdes yang datang kerumah saya, disitu akan mengadakan musdes. Membawa surat untuk ditandatangani, kemudian saya tanya apa undangan sudah siap, sudah dikontribusi, dan apakah sudah di cap stempel? Dia jawab sudah.
Kenapa saya kaget, karena stempel itu tidak pernah lepas dari saya selaku ketuanya,” terang RF saat dikonfirmasi tim media di rumah bersama anggota BPD yang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dia mengatakan bahwa adanya stempel lama, lha kok ada stempel lama stempel baru, namanya stempel pasti hanya ada satu. Lalu saat saya tanya soal cap stempel dapat dari mana? Dia menjawab dapat dari Sekertaris Desa (Sekdes) nya, begitu.
Terlebih lagi setelah diamati stempel itu tidak sama, karena yang asli dan biasa digunakan ada pada saya,” imbuhnya, Sabtu (4/5/2024).
Lanjut, setelah stempel yang lama ditahan, besuknya dia beserta anggota yang lain mendatangi balai desa dan mempertanyakan terkait stempel ganda ke Sekdesnya, kenapa bisa terjadi hal itu dan menurut pengakuan bahwa stempel itu sudah ada dan dipegang olehnya sekira Enam tahun, tetapi saat dipertanyakan siapa pembuat stempel ganda tersebut dia enggan memberikan keterangan.
“Kemudian besuknya saya dengan anggota yang lain mendatangi balai desa untuk konfirmasi, akhirnya Sekdes mengatakan menurut pengakuannya stempel itu sudah ada sejak lama sekira tahun 2017. Lalu kami tanyakan lagi, jika itu stempel lembaga BPD kenapa bisa ada di kamu, untuk apa? Tetapi dia hanya mengatakan ini digunakan apabila ada hal yang mendesak. Karena kami curiga ada penyalahgunaan, sebab ini menyangkut lembaga desa,” lanjutnya.
“namun saat ditanya apakah Sekdes yang membuat stempel dia menjawab “bukan” menurut pengakuan stempel itu sudah ada didalam laci. Tetapi saat saya tanya dengan Pemdes yang lain mereka menjawab tidak ada yang tahu menahu soal cap tersebut. Menurut kami itu sangat melecehkan sebuah lembaga, terutama lembaga BPD Desa Jatisari,” tegasnya.
Dia berharap, kepada dinas terkait untuk ikut serta membantu menyelesaikan permasalah tersebut supaya ada kejelasan yang pasti serta kedepan ada perubahan yang lebih baik di desanya.
“Kepada Dinas PMD bidang Pemerintahan desa dan camat Kebumen turun ke desa kami, supaya desa ada pembinaan, kenapa pemdes bisa memiliki stempel lembaga, siapa yang membuat, dan digunakan untuk apa, supaya jelaslah. Karena kami dipercaya untuk mewakili suara masyarakat dalam pengawasan desa,” harapnya.
Senada, salah satu warga Desa Jatisari (MI) mengatakan, bahwa ada dugaan penyalahgunaan stempel milik lembaga terkait dana anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk pembangunan desanya .
“Jika ada dampak kerugian yang ditimbulkan terkait dugaan pemalsuan cap stempel yang dilakukan oleh salah satu oknum pemdes siapa yang akan bertanggung jawab. Saya sebagai warga Desa Jatisari merasa ikut dirugikan sebab Legalitas BPD selaku wakil dari warga masyarakat bisa saja dipalsukan karena hal itu dapat memungkinkan terjadinya atau berpotensi penyelewengan dana anggaran dari pemerintah untuk desa kami,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Jatisari Asrori Muhlisin membenarkan, terkait adanya stempel ganda menurut keterangan sekdes diketahui sekira Enam tahun yang lalu. Tetapi diirinya mengetahui setelah timbul permasalahan sebab dia menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) belum lama ini.
“Memang benar ada dua stempel milik lembaga desa, saya tahunya dari keterangan Sekdes dan asal mulanya ditemukan cap stempel itu ditahun 2017, katanya stempel itu juga tidak pernah digunakan selama ini menurut pengakuan Sekdes ke saya. Dan baru digunakan kemarin untuk musdes, untuk undangan fiktif, tetapi tanda tangannya asli dari (RF) selaku ketua BPD. Kesalahannya mungkin disitu tidak ada konfirmasi terlebih dahulu.
Lalu setelah ada permasalahan stempel muncul kami selaku Pemdes langsung mengadakan mediasi bersama bahkan sampai Tiga kali dilaksanakannya. Untuk sebelumnya seperti apa tidak saya tidak tahu karena belum menjadi kades karena saya baru menjabat baru Enam bulan, sekira bulan November 2023 lalu mulai masuk ke kantor balai desa,” tandas Asrori Muhlisin.
Terpisah, Sekertaris Desa (Sekdes) Jatisari (UT) mengatakan, bahwa dirinya mengakui telah menyimpan stempel tersebut dari tahun 2017, namun dia mengakui sudah menggunakan dua kali. Tetapi perihal siapa yang menggandakan dia tidak mengetahuinya.
“Saya menemukan stempel itu dilaci meja kerja dan sejak menemukan stempel itu langsung saya simpan, sengaja tidak saya serahkan ke lembaga. Dengan alasan supaya bisa digunakan saat mendesak. Apakah sudah menggunakan atau belum stempel itu sampai saat ini baru digunakan dua kali, yang pertama pada bulan Desember 2023 yang kedua pada bulan Januari lalu,” kilahnya.
Namun saat dia disinggung terkait apakah kades dan pemdes yang lain mengetahui soal stempel tersebut, dirinya mengungkapkan tidak ada yang mengetahui terkait adanya stempel yang disimpannya.
“Kalau masalah stempel yang saya simpan, dari kades yang dulu atau kades sekarang bahkan pemdes yang lain tidak ada yang tahu. Mereka mengetahui setelah masalah itu muncul, untuk menyimpan stempel memang semua itu inisiatif saya pribadi,” UT memungkasi.
Sebagai informasi…
Perlu diketahui…
Bagi pelaku pemalsuan Stempel dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP.
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuai hak, sesuai perjanjian (kewajiban), atau sesuatu pembebasan hutang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan, atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, dan mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian hukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya Enam tahun.”
(Sunardi)